Selasa, 28 September 2010

A. Pengertian Nikah

1. Secara Bahasa : akad, berkumpul, bersetubuh.
2. Secara Istilah : suatu akad (perjanjian) yang mengikat antara seorang laki-kali dan wanita untuk menghalalkan hubungan kelamin secara sukarela dalam membangun hidup berumah tangga dibawah aturan SYARIAT Agama.

Hukum nikah asalnya adalah mubah (boleh), Yaitu boleh melakukan nikah ataupun tidak nikah (meninggalkannya). Sebab nikah hanyalah sebuah aktifitas dunia seperti berdagang dll, nikah juga dianggap suatu kebutuhan biologis (makan, minum, sex) yang hukumnya mubah. Demikian pendapat sebagian besar para Ulama’ termasuk Imam Syafi’i.
Namun, setatus hukum nikah ini bisa menjadi berubah tergantung SIKONDOMTOL nya pribadi seseorang, seperti dalam kaedah fiqih
الحكم يدور مع علته عدما ووجودا
“ Hukum terus berputar sesuai dengan ada atau tidaknya sebab”

Jadi, dengan melihat kondisi tersebut, hukum nikah dapat dikatagorikan menjadi :

a. MUBAH, bila seseorang tidak memiliki kemauan untuk menikah dan ia tidak dalam kondisi yang memaksanya atau melarangnya untuk nikah.

b. SUNNAH, bila seseorang sudah siap secara mental maupun materi dan ia menghendaki untuk menikah

c. MAKRUH, bila tidak siap secara mental maupun materi serta tidak ada hasrat untuk menikah. Hal ini dikhawatirkan akan merusak hak dan kewajiban suami istri dikemudian hari. Termasuk dalam hukum ini bila seseorang tidak mampu melakukan hubungan seksologis sebab impotensi, ketuaan dll, sedang pasangannya rela menerimanya, bila tidak maka hukumnya HARAM .

d. WAJIB, bila mampu menikah dan mempunyai libido/dorongan sex yang tinggi serta takut terjatuh dalam perzinaan. Karena menjauhkan diri dari yang haram adalah wajb, sedang untuk itu tidak dapat dilakukan denagn baik kecuali dengan jalan nikah.

e. HARAM, bila seseorang menikah dengan maksud untuk menyakiti atau menelantarkan pasangannya. Sebab dengan niatan seperti ini tujuan dan hikmah nikah tidak mungkin dapat terwujudkan, begitu pula dengan seseorang yang yakin bila menikah, ia tidak mampu memberi nafkah lahir maupun batin sehingga ia tdk bisa memenuhi hak pasangannya seperti gila, kusta, penyakit kelamin dll.

Meskipun hukum nikah bisa berubah sesuai kondisi, akan tetapi dalam konteks umum nikah tetap dianjurkan untuk dilaksanakan, karena nikah merupakan SUNNAH para Nabi untuk diteladani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar